Kamis, 06 September 2012

Nobody Knows


Nobody knows
Mercedes masih melaju kencang,hingga mobil ini memasuki halaman depan rumah. Aku masih membalikkan badanku. Boneka teddy bear pink-ku masih mengelilingi kepalaku. Aku masih sesegukan diatas jok mobil. Rasa kesal,sakit hati dan iri masih melanda pikiranku dan hatiku jika mengingat kejadian tadi.
‘excuse me,Annelise,we’re arrived.’ Kata supir membangunkanku.
‘yes,thank you.’ Kataku sambil mengucek mataku. Lagi lagi aku berakting. Kali ini aku berakting seolah aku bangun tidur,padahal aku menangis. Aku tidak mau ada seseorang tahu bahwa aku sakit hati. Aku langsung turun dari mobil dan berlari kearah kamar ku di lantai atas. Pembantuku yang sedang menghidangkan makanan,tak kupedulikan lagi. Aku langsung menghambur ke arah tangga dan membuka pintu kamarku. Tanpa berganti pakaian,aku langsung menghempaskan diri ke atas kasur ku yang empuk. Aku langsung mengambil bantal ku,dan menutupi itu ke wajah ku
‘aaaaaaaaaaahhhhh!!!’ aku menjerit kesal. Aku benci semua orang! Tak ada yang mempedulikanku. Sekalipun ibuku sendiri. Mom adalah desaigner. Mom kadang pergi selama berbulan-bulan. Mengadakan fashion show,merancang baju-baju dan mengurus urusan butik-butik nya yang tersebar dimana-mana. Aku benci semua itu! mom dan dad telah bercerai sejak umur ku 8 tahun. Mom sibuk. Sekalipun dad yang sudah tak tinggal bersama ku juga sibuk. Kurasa,penyebab mereka bercerai adalah,tak ada perhatian satu sama lain,hingga menyebabkan mereka berpisah. Aku sudah berumur 14 tahun. Kurasa,aku berhak tahu penyebab mereka bercerai,tapi baik mom maupun dad tak pernah memberitahuku. Jadi,aku hanya menebak-nebaknya saja.
Dad kini tinggal di  Amerika. Kurasa,tak ada satu orang punyang perhatian padaku. Disaat Louis perhatian padaku,aku menaruh hati padanya,kukira Lou menyukaiku. Perhatian Lou membuatku berharap jauh. Namun,hari  ini ditaman,disekeliling bunga-bunga itu,menjadi tempat yang amat menyakitkan bagiku. Lou memperkenalkan pacarnya padaku. Lou tidak membalas cintaku. Bahkan Lou tak mengerti kode yang selama ini kukirim padanya,bahwa aku menyukainya. Perhatiannya selama ini hanyalah sebuah  bentuk kasih sayang seorang teman kepadaku! Sakit sekali rasanya.
                Aku menangis kencang dan sesegukan diatas bantal. Lalu aku berpikir,lilin aromatherapy bisa menenangkanku. Aku mematikan lampu,dan menyalakan lilin aromatherapy. Aku duduk memandanginya. Tiupan AC membuat api di lilin itu bergoyang-goyang. Aku tahu jika api lilin ini membesar,AC akan terbakar dan aku akan terperangkap disini. Aku bisa saja mati disini dan...
‘hhhhh..what did I think about?’ aku berbicara pada diriku sendiri. Mengingat kematian dan membayangkan hal kematian.  Aku menggelengkan kepalaku dan meniup lilin itu. Kini,kamarku sunyi,gelap. Hanya tiupan AC dan suara detik jam yang terdengar. Aku memejamkan mata. Menarik nafas dalam. Mencoba melupakan Lou. Kuharap,begitu aku menghembuskan nafas,bayang-bayang Lou bisa pergi jauh. Sejauh karbon dioksida yang kuhembuskan ini menguap diudara.
‘huuuuuuhhhh…’ aku menghembuskan nafas lega. Tangisku agak mereda. Aku kembali menghidupkan lampu. Aku melihat kaca
‘now,I’m ready to face the world again.’ Kataku sambil memandangi pantulan diriku sendiri di cermin. Aku memulaskan senyum terbaikku di depan cermin. Menyiapkan diri bahwa aku siap menghadapi dunia lagi.
‘no more fear,no more cry. Don’t looked back. But,go ahead. Life must go on.’ Aku selalu mengingat kata-kata itu. kata-kata itu kudapat dari kakek ku. Disaat aku merasa kalah,jatuh dan terpukul aku selalu mengingat dan mengucapkan kata-kata itu. Saat aku berhasil mengucapkan kata-kata itu,aku selalu merasa ada energi yang mengalir deras di dalam tubuhku. Energi itu menurut kakek adalah semangat. Semangat itu membuatku bangkit lagi. Membuat ku siap menghadapi dunia lagi. Aku masih berdiri di depan cermin,tersenyum lebar. Aku menoleh kearah pintu. Menyeka air mata dan pergi ke lantai bawah. Aku akan makan. Aku akan ceria lagi. Tanpa mengingat Louis lagi.
‘kreeekk..’ aku membuka pintu pelan. Menoleh ke kanan dan ke kiri lalu turun kelantai bawah
‘good afternoon,miss’ sapa pembantuku. Aku hanya mengangguk kan kepala sambil berkata
‘yeah,good afternoon too’ kataku tanpa senyum. Aku merasa seperti robot. Kaku. Aku malah memandangi makanan yang disajikan pembantuku siang itu. Aku menarik kursi dan mulai makan siang. Di meja makan kami,ada 1 meja panjang dan 4 kursi. Aku melihat kearah kiri,sebelahku. Kosong. Begitu juga saat aku menoleh kearah depan. 2 kursi itu sama saja seperti kursi sebelahku. Kosong.
‘hhhh’ aku menghela nafas dalam sambil menggelengkan kepala,lalu menusukkan garpu ke dagingku siang itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar