2013, Dua Risiko Global Mengintai Indonesia
Senin, 26 November 2012 | 11:28 WIB
KOMPAS/PRIYOMBODO
Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution
JAKARTA, KOMPAS.com -
Banyak ekonom yang meramal kondisi ekonomi global bakal lebih optimis
menjelang tahun 2013. Tapi, Bank Indonesia (BI) mengingatkan, ada dua
risiko besar yang mengancam ekonomi global dan bisa menyeret ekonomi
Indonesia. Makanya, Indonesia dituntut untuk mengefisienkan sendi-sendi
perekonomian agar lebih berdaya saing.
Gubernur BI Darmin
Nasution menguraikan, dua risiko itu adalah Pertama, risiko
berlanjutnya ketidakpastian penanganan krisis Eropa. Kedua, risiko dari
kebijakan peningkatan pajak dan pemangkasan anggaran belanja Amerika
Serikat secara otomatis yang menimbulkan jurang fiskal (
fiscal cliff).
"Apabila tidak mampu dimitigasi, dapat menambah kompleksitas dalam
pengelolaan kebijakan makro kita," jelas Darmin dalam pidato Bankers
Dinner akhir pekan lalu.
Menurutnya, dalam publikasi edisi
Oktober 2012, Dana Moneter Internasonal (IMF) mengingatkan bahwa
kegagalan mengatasi kombinasi dua risiko global ini bakal menyeret
negara maju dalam pusaran resesi. Sehingga ekonomi global hanya akan
tumbuh 2 persen dari skenario sebelumnya yang sekitar 3,6 persen.
Untuk menghadapi persoalan ini, Indonesia dituntut untuk
mengefisienkan sendi-sendi perekonomian agar lebih berdaya saing.
Menurutnya, beberapa hal yang perlu dibenahi antara lain pembangunan
konektivitas domestik yang lebih efisien dan handal, perbaikan
kemudahan berbisnis, harmonisasi regulasi, dan reformasi birokrasi.
Dengan risiko global dan permasalahan domestik yang kompleks, BI akan
terus melakukan kalibrasi bauran kebijakan yang terdiri dari instrumen
suku bunga, nilai tukar dan makroprudensial. Dalam bauran kebijakan
ini, respon suku bunga akan tetap diarahkan untuk menjaga keseimbangan
dalam pencapaian sasaran inflasi sebesar 4,5 persen plus minus 1 persen
pada tahun 2013 dan berperan sebagai kebijakan kontra siklikal untuk
memperkuat momentum pertumbuhan.
Dalam mewujudkan ini tentu
saja BI tak bisa berjalan sendiri. Perlu ada dukungan dan kerjasama
dari pemerintah dari sisi kebijakan fiskal.
Pengamat Ekonomi
Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika mengungkapkan untk memitigasi
dua risiko yang membayangi Indonesia di tahun 2013, ada beberapa hal
yang perlu dilakukan pemerintah. Pertama, "Pemerintah harus
menyelamatkan APBN sehingga alokasinya betul-betul dimanfaatkan untuk
memitigasi kriis ekonomi," ungkapnya Minggu (25/11/2012).
Menurutnya, permasalahan utama yang dihadapi Indonesia ketika krisis
global seperti saat ini adalah penurunan kinerja ekspor. Makanya, Erani
bilang pemerintah perlu memberikan insentif untuk mencegah penurunan
ekspor secara tajam. Instrumen untuk memberikan insentif ekspro ini,
kata Erani bisa diberikan melalui instrumen fiskal maupun non fiskal.
Kedua, pemerintah harus bisa memastikan agar implementasi APBN bisa
lebih baik ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Tingkat penyerapan
anggaran belanja harus benar-benar diperbaiki sehingga tidak terjadi
penumpukan pencairan anggaran di akhir tahun.
Di luar itu,
untuk mengkompensasi penurunan ekspor pemerintah perlu mengembangkan
investasi. Agar investasi terdorong, pemerintah perlu memperbaiki iklim
investasi. "Percepatan perizinan, perbaikan infrastruktur, dan
pembebasan lahan merupakan hal utama yang harus dilakukan," ujarnya.
Ekonomi 2013 cukup prospektif
Darmin mengungkapkan, ke depan Indonesia masih memiliki prospek
ekonomi yang menjanjikan. Pasalnya, Indonesia memiliki tiga modal dasar
yang cukup kuat yaitu kondisi ekonomi yang stabil, permintaan domestik
dengan basis kelas menengah yang tumbuh dan ketersediaan ruang
kebijakan yang cukup memadai untuk meredam risiko global.
Menurutnya, ketiga basis kekuatan ekonomi tersebut akan tetap
menumbuhkan keyakinan pelaku ekonomi. Sehingga, "Dapat menjadi daya
dorong bagi berlanjutnya proses akumulasi modal baik yang bersumber
dari dalam maupun dari luar negeri," kata Darmin.
Dengan
prognosa ini, BI memperkirakan laju pertumbuhan investasi yang pada
tahun 2012 tumbuh 10,7 persen bakal meningkat menjadi 11,6 persen - 12
persen pada tahun 2013. Sementara itu, kekuatan daya beli masyarakat
mampu menciptakan pertumbuhan konsumsi domestik sekitar 5 persen - 5,4
persen.
Di sisi ekspor, meski belum terlalu pulih namun pada
tahun 2013 diperkirakan sudah menunjukkan perbaikan. Darmin bilang
ekspor tahun 2013 bakal tumbuh sekitar 5,4 persen - 5,8 persen seiring
membaiknya harga komoditas global. Dengan prospek pertumbuhan ini,
"Kami optimis perekonomian nasional tahun 2013 akan tumbuh 6,3 persen -
6,7 persen," ungkapnya.
(Herlina KD/Kontan)